SPORTSBOOK.CO.ID – Di tengah paddock Formula 1 modern yang dipenuhi keakraban—dari persahabatan sejak karting, obrolan grup, hingga candaan antar pembalap—ada satu hubungan yang selalu terasa ganjil. Hubungan itu milik Pierre Gasly dan Esteban Ocon. Sama-sama berasal dari Prancis, meniti karier dari lintasan yang serupa, tetapi tak pernah benar-benar berjalan beriringan.
Gasly kembali membuka sedikit tabir tentang salah satu relasi paling rumit di grid saat ini. Bukan soal duel roda ke roda atau insiden di tikungan, melainkan persoalan lama yang akarnya tertanam jauh sebelum mereka mencicipi Formula 1.
“Kalau mau, kisah ini bisa dibuat dokumenter sendiri,” ujar pembalap Alpine tersebut kepada F1.com. Sebuah pernyataan yang mencerminkan panjang dan dalamnya cerita di balik hubungan mereka.
Keduanya pernah sangat dekat. Gasly dan Ocon tumbuh bersama dalam dunia karting, menghabiskan hari-hari latihan, akhir pekan balapan, bahkan waktu di luar sirkuit sebagai sahabat. Sebuah ikatan yang lahir ketika mimpi lebih besar daripada ego.
“Hampir setiap minggu kami bersama. Kadang dia datang ke rumah saya, kadang saya ke rumahnya. Hubungan kami benar-benar erat,” tutur Gasly mengenang masa lalu.
Namun, kedekatan itu perlahan runtuh. Dan yang lebih menyakitkan, keretakan tersebut tak pernah sepenuhnya diperbaiki.
Satu momen yang mengubah segalanya
Gasly mengakui ada satu kejadian spesifik—sebuah balapan—yang menjadi garis pemisah antara masa lalu dan masa kini. Sejak saat itu, dinamika mereka berubah drastis.
“Ada satu titik balik di sebuah balapan. Setelah itu, semuanya berakhir dengan cara yang cukup dramatis. Sampai sekarang pun sulit dijelaskan,” katanya.
Dari sudut pandang luar, cerita ini terasa klasik dalam dunia balap: dua talenta dengan latar belakang sama, memburu mimpi yang identik, dan pada akhirnya harus bersaing untuk peluang yang terbatas. Dalam banyak kasus, hasilnya adalah persahabatan abadi atau rivalitas tanpa kompromi.
Gasly dan Ocon jelas berada di jalur kedua—berbeda dengan pembalap lain seperti Lando Norris, George Russell, atau Charles Leclerc yang mampu menjaga hubungan sehat di tengah persaingan.
Pada mereka, tensi tak pernah benar-benar mereda, bahkan seiring berjalannya waktu.
Rivalitas yang membentuk karakter
Meski demikian, Gasly menyadari bahwa hubungan rumit ini juga berperan dalam membentuk mereka sebagai pembalap.
“Kami tahu betul dari mana kami berasal dan apa yang harus kami lewati untuk sampai ke titik ini. Rivalitas itu, suka atau tidak, membantu kami melampaui batas kemampuan kami sendiri,” ujarnya.
Pernyataan yang terdengar dewasa dan reflektif, meski kontras dengan sikap dingin yang kerap terlihat saat keduanya berada di lingkungan paddock yang sama. Hal itu makin terasa ketika Gasly dan Ocon menjadi rekan setim di Alpine pada musim 2023 dan 2024—bersatu secara profesional, tetapi tetap berjarak secara personal.
Brasil, pengecualian langka
Ada satu momen langka ketika perbedaan itu benar-benar dikesampingkan. Grand Prix Brasil 2024, saat Alpine secara mengejutkan mengamankan podium ganda.
“Dalam waktu delapan bulan, kami beralih dari posisi belakang ke menempatkan dua mobil di podium,” kenang Gasly. “Ekspresi orang-orang di tim saat itu tak ternilai. Balapan itu akan selalu saya ingat sebagai sesuatu yang spesial.”
Setidaknya selama satu balapan penuh, mereka mampu bergerak seirama demi tujuan bersama.
Akankah ada akhir yang damai?
Kini, dengan Ocon melanjutkan karier bersama Haas mulai 2025, jalan keduanya resmi berpisah. Gasly tidak berbicara tentang rekonsiliasi dalam waktu dekat, tetapi membuka kemungkinan dialog di masa depan.
“Mungkin dalam 10 atau 20 tahun ke depan, kami bisa membicarakan semuanya dengan sudut pandang yang berbeda,” ucapnya.
Bisa jadi, ketika helm telah digantung dan tekanan stopwatch tak lagi membayangi, dua anak Prancis yang dulu mengejar mimpi yang sama akhirnya mampu memahami apa yang sebenarnya terjadi di sepanjang perjalanan mereka.




